Komponis adalah seseorang yang menciptakan hasil karya musik, Istilah komponis mengacu kepada orang yang menulis komposisi musik instrumental maupun vocal dalam format solo, duo trio quartet qwintet dst sampai dengan orchestra dan meneruskan kepada orang lain untuk memainkannya. Seorang komponis harus memiliki talenta dan epnglaman luar biasa di bidang musik.oleh karena itu saya akan membeberkan 3 komponis Indonesia yang saat ini kian exis saja. Siapa saja itu? ini 3 komponisnya.
1. Purwacaraka :
Sumber yang saya dapatkan dari wikipidia bahwa Purwacaraka (lahir di Beograd, Yugoslavia, 31 Maret 1960; umur 53 tahun) adalah musisi sekaligus penata musik berkebangsaan Indonesia berdarah Sunda dari ibunya Hj. Soejarni Oesoep dan Jawa dari ayahnya Kolonel (Purn.) H. Soedjono Atmotenojo. Salah satu adik Purwacaraka, Trie Utami juga seorang penyanyi dan musisi Indonesia.
Sulung dari tiga bersaudara ini telah akrab dengan musik sejak kecil. Ayahnya, Soedjono, meski seorang tentara tapi sangat menyukai musik. Ia memiliki banyak koleksi piringan hitam, hasil saat bertugas di Amerika. Saat Purwacaraka berusia tujuh tahun, sang ayah membelikan sebuah piano. Tak hanya itu, Purwa juga belajar piano kalsik dari A Becalef, seorang guru piano berkebangsaan Hongaria di Bandung. Saat Purwa duduk di bangku SMP, salah seorang teman ayahnya dari Amerika menawari Purwa untuk belajar musik ke Amerika. Dia terpukau oleh permainan piano Purwa. Sayang ibunya tidak mengizinkan.
Dukungan orang tua Purwa untuk menekuni dunia musik, dengan membelikan piano dan mendorong belajar alat musik, ternyata tidak sepenuhnya. Mereka tetap menginginkan putra mereka mendapat pendidikan formal yang layak. Apalagi, sejak 1979 Purwa sudah bekerja di sebuah perusahaan musik dan sudah pula bermain musik di Malaysia dan Singapura saat masih di SMA. Akhirnya Purwa memilih Jurusan Teknik Industri di Institut Teknologi Bandung (ITB) setamat dari SMA demi meluluskan keinginan orang tuanya. Ketika kuliah di Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB), kepiawaian musiknya makin berkembang. Ia kerap mendapat job, mulai dari pesta perkawinan hingga reuni anak-anak sekolahan. Meski disibukkan dengan bermusik, Purwa mampu menyelesaikan kuliahnya dengan Indeks Prestasi (IP) di atas tiga (dalam skala 4).
Musik memang telah menjadi darah daging Purwa. Salah satu bukti kesetiaannya pada musik, dia mendirikan sekolah musik, Purwacaraka Music Studio. Setelah berkembang hampir 28 tahun, kini Purwa boleh berbangga karena sekitar 50 cabang sekolah musiknya telah tersebar di berbagai kota besar di Indonesia.
Purwacaraka menikah dengan Sri Susanti pada tahun 1981. Pernikahan mereka dikaruniai tiga orang anak, Aditya Purwa Putra, Andrea Miranda Dwisanti Putri, dan Amanda Chitarra Utami Putri. Ketiga buah hati mereka pun mengikuti jejak orang tuanya di bidang seni. Aditya menentukan pilihan menimba ilmu di sekolah film, Andrea dan Amanda mengikuti jejak ayahnya di bidang musik.[1] Bahkan Andrea, yang bercita-cita menjadi penyanyi broadway, telah mengawalinya dengan menggelar pertunjukan di Gedung Kesenian Jakarta pada tanggal 20 November 2007. Andrea dan tiga rekannya; Meliana Effendi, Jenna Iriana, dan Adyuta Abandhika, memainkan musik hidup bertajuk All The Way Resital dengan iringan musik Orkestra Kecil Purwacaraka.
2. Erwin Gutawa :
Erwin Gutawa (lahir di Jakarta, 16 Mei 1962; umur 51 tahun) adalah seorang komponis, konduktor, penata musik, dan bassist asal Indonesia. Gutawa seringkali memproduseri dan menata musik bagi konser-konser musik, di antaranya konser musik Harvey Malaiholo, Ruth Sahanaya, Chrisye, Titi DJ, Krisdayanti dan Rossa
Pada tahun 1970-an, Gutawa pernah beberapa kali bermain film, di film Sebatang Kara (1973), Jangan Kau Tangisi (1974), Permata Bunda (1974) dan Fajar Menyingsing (1975). Tahun 1980 ia menjadi bassist pada Orkes Telerama pimpinan Isbandi yang ditayangkan di TVRI. Setelah lulus dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada tahun 1986, ia terjun sepenuhnya ke bidang musik. Tahun 1985-1993 ia bergabung dengan Karimata, sebuah band fusion jazz yang merilis lima album. Pada tahun 1993 ia mendirikan Erwin Gutawa Orkestra.
Erwin merupakan anak dari pasangan berdarah Sunda yaitu Gutawa Sumapraja dan Sariati Kodiat. Erwin menikah dengan Lutfi Andriani. Mereka dikaruniai 2 anak, Aluna Sagita (Gita Gutawa), lahir 11 Agustus 1993, dan Aura Aria (Rara Gutawa) lahir 15 Juli 2007[1]. Saat ini anaknya Gita Gutawa juga turut mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang musisi di Indonesia.
3. Addie MS :
Addie Muljadi Sumaatmadja atau lebih dikenal dengan Addie MS (lahir di Jakarta, 7 Oktober 1959; umur 54 tahun) adalah salah satu dari pendiri Twilite Orchestra dan sampai sekarang masih memegang tampuk konduktor orkestra. Selain seorang konduktor, Addie juga dikenal sebagai pianis, pencipta lagu, komposer, arranger, dan sekaligus produser musik.
Addie Muljadi Sumaatmadja atau lebih dikenal dengan Addie MS (lahir di Jakarta, 7 Oktober 1959; umur 54 tahun) adalah salah satu dari pendiri Twilite Orchestra dan sampai sekarang masih memegang tampuk konduktor orkestra. Selain seorang konduktor, Addie juga dikenal sebagai pianis, pencipta lagu, komposer, arranger, dan sekaligus produser musik.
Bakat musik Addie turun dari sang kakek, Muhammad Susilo, yang dikenal sebagai planalog yang merancang kota satelit Kebayoran Baru. Sedangkan ayahnya adalah Bandi Sumaatmadja, mantan pejuang yang menjadi pengusaha. Keinginan Addie untuk terjun ke dunia musik sempat ditentang ayahnya. Namun penolakan dari ayahnya menjadi pemacu bagi Addie untuk menjadikan musik sebagai hidupnya.
Setelah belajar piano klasik dengan Mrs. Rotti, proses belajar musiknya lebih banyak dilaluinya secara otodidak, termasuk bidang orkestrasi, conducting, dan recording engineering. Sebagai upaya untuk terus memperdalam bidang-bidang tersebut, Addie mengikuti beberapa pendidikan singkat. Antara lain, Recording Engineering Workshop di Ohio pada tahun 1984 dan Conducting Workshop yang diselenggarakan oleh American Symphony Orchestra League di Los Angeles pada tahun 1995. Dalam conducting workshop tersebut ia mendapat bimbingan dari Jorge Mester, konduktor Pasadena Symphony Orchestra saat itu, dan Raymond Harvey, konduktor Fresno Philharmonic Orchestra.
Karier Addie di industri musik tanah air dimulai pada tahun 1979 sebagai arranger maupun produser untuk album-album rekaman penyanyi-penyanyi pop. Penyanyi yang mendapat besutan tangan dinginnya, antara lain Vina Panduwinata, Harvey Malaiholo, Utha Likumahuwa, Chrisye, Krisdayanti dan Anang Hermansyah, hingga musisi mancanegara seperti Suzanne Ciani dari Amerika Serikat.
Addie telah meraih 3 Golden Trophy BASF Awards sebagai penata musik terbaik, 2 Golden Records untuk album Vina Panduwinata, dan 2 Silver Records untuk album Chrisye. Addie pernah membuat 3 orkestrasi dalam album Dream Suite karya Suzanne Ciani, yang dinominasikan dalam Grammy Awards ke-38 sebagai The Best New Age Album.
Pengalamannya dalam dunia musik antara lain sebagai penata musik dan konduktor pada Festival Internacional de la Cancion, Chili, pada tahun 1983 serta music director untuk BASF Awards selama 7 tahun berturut-turut. Pada tahun 2005 Addie dipercaya memimpin Manila Philharmonic dalam acara Miss ASEAN. Setelah 15 tahun meninggalkan jalur musik industri dan berkonsentrasi di jalur simfoni, Addie kembali lagi sebagai konduktor musik pengiring konser tunggal Vina Panduwinata, Viva Vina pada tahun 2006.[1]
Pada tahun 1991, Addie bersama Oddie Agam dan pengusaha Indra Usmansjah Bakrie, mendirikan Twilite Orchestra, sebuah pops orchestra, yakni orkestra simfoni yang tidak hanya memainkan musik klasik saja, namun juga musik film, drama musikal, musik pop, dan tradisional yang diaransemen secara simfonik. Dalam lingkup internasional, Twilite Orchestra terdaftar sebagai anggota American Symphony Orchestra League sejak tahun 1995. Tahun 1992, tepatnya bulan Februari, Twilite Orchestra sukses menggelar konser dengan David Foster di televisi swasta RCTI.
Pada tahun 1998, Addie bersama Youk Tanzil dan Victorian Philharmonic Orchestra membuat album rekaman Simfoni Negeriku di Australia, di mana untuk pertama kalinya lagu-lagu nasional Indonesia diaransemen secara simfonik dan direkam dalam format CD dan kaset. Bersama Twilite Orchestra, tahun 2004, Addie merilis album La Forza Del Destino, sebuah album rekaman simfonik yang menampilkan karya-karya musik klasik Barat pertama di Indonesia.
Addie juga menjadi penata musik sejumlah film dan pertunjukan, antara lain Biola Tak Berdawai, Dealova, Cinta Pertama, In the Name of Love, Summer Breeze, Sepuluh dan musik untuk drama Opera Anoman. Pada tahun 2003, Addie juga diberi kepercayaan oleh Panglima TNI untuk menciptakan lagu mars dan hymne TNI. Banyak juga perusahaan dan organisasi yang mempercayakannya untuk menciptakan lagu tema mereka, seperti Garuda Indonesia, Summarecon, Sharp, Kadin dan lainnya.
Sejak tahun 1998, Addie bersama Twilite Orchestra melaksanakan misi edukasi melalui konser di berbagai sekolah maupun universitas. Bersama ‘Sampoerna untuk Indonesia’, Twilite Orchestra mengadakan konser tahunan untuk mahasiswa di Istora Senayan dengan nama Musicademia yang telah dimulai sejak tahun 2000. Masih dengan misi yang sama, Addie mendirikan Twilite Youth Orchestra pada tahun 2004, yakni sebuah orkes remaja yang tampil di sekolah-sekolah maupun di konser umum. Sebelumnya, Addie MS juga membentuk Twilite Chorus pada tahun 1995. Pada tahun 2009, Addie bersama Twilite Orchestra, Twilite Chorus, CIC Choir, dan beberapa solis mempagelarkan konsernya di Sydney Opera House, yang merupakan konser orkestra Indonesia pertama yang tampil di concert hall bergengsi tersebut.
Dia menikah dengan Memes pada tanggal 13 September 1987. Sedianya pernikahan mereka akan diadakan pada tanggal 25 Oktober, tapi agar bisa mengikuti tur BASF Awards ke Brazil, pernikahan mereka dipercepat. Pernikahan tersebut kini berstatuskan dua orang anak, yaitu Kevin Aprilio dan Tristan Juliano.[2]. Kevin mengikuti jejak kedua orang tuanya menjadi pemusik dengan mendirikan sebuah band beraliran pop yang cukup populer di tanah air yang bernama Vierratale.
sumber : id.wikipidia.org
Erwin Gutawa lahir pada tanggal 16 Mei 1962 di Jakarta, Indonesia. Dia merupakan seorang penata musik dan komposer Indonesia.
Erwin Gutawa mengawali karir sebagai seorang pemain film pada tahun 1970 an, beberapa film yang pernah ia bintangi antara lain, film Sebatang Kara (1973), Jangan Kau Tangisi (1974), Permata Bunda (1974) dan Fajar Menyingsing (1975).
Kemudian, Ayah dari penyanyi Gita Gutawa ini menjadi bassist pada Orkes Telerama yang dipimpin oleh bapak Isbandi pada tahun 1980.
Setelah selesai kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Indonesia pada tahun 1986, bapak dua anak ini sepenuhnya terjun berkarir di dunia musik. Pada tahun 1985 sampai 1993, Erwin Gutawa bergabung dengan band fusion jazz "Karimata".
Pada tahun 1993, Dirinya mendirikan "Erwin Gutawa Orkestra". Disinilan karir bung Erwin mulai menanjak, terbukti dari Orkestra ini dia berhasil mendampingi konser-konser besar seperti Konser Ruth Sahanaya from Finlandia to Cafe (1992), Konser Harvey Malaiholo (1992), BASF Award (1993), Konser Krisdayanti (2001), SCTW Award (2001), dan masih banyak lagi konser-konser besar yang pernah ia dan "Erwin Gutawa Orkestra" pertunjukan.
Album-album Karya Erwin Gutawa
Salute to Koes Plus/Bersaudara (2004), Rockestra (2007), Erwin Gutawa Orchestra dalam A Masterpiece Of Erwin Gutawa (2011)
Penghargaan
Penata Musik Terbaik Versi BASF (1989), Penata Musik Terbaik Midnight Sun Song Festival Finlandia (1992), Penata Musik dan Produser Terbaik AMI untuk Album Kala Cinta Menggoda (1997-1998), Penata Musik Terbaik AMI Album Badai Pasti Berlalu (2000), Penata Musik Terbaik AMI Album Instrumentalia (2001), Penata Musik Terbaik AMI Lagu Biarlah Menjadi Kenangan (2001), Penata Musik Terbaik versi Majalah News Musik (2001).
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-erwin-gutawa.html#sthash.grIX4SJd.dpufErwin Gutawa (lahir di Jakarta, 16 Mei 1962; umur 51 tahun) adalah seorang komponis, konduktor, penata musik, dan bassist asal Indonesia. Gutawa seringkali memproduseri dan menata musik bagi konser-konser musik, di antaranya konser musik Harvey Malaiholo, Ruth Sahanaya, Chrisye, Titi DJ, Krisdayanti dan Rossa
Erwin Gutawa lahir pada tanggal 16 Mei 1962 di Jakarta, Indonesia. Dia merupakan seorang penata musik dan komposer Indonesia.
Erwin Gutawa mengawali karir sebagai seorang pemain film pada tahun 1970 an, beberapa film yang pernah ia bintangi antara lain, film Sebatang Kara (1973), Jangan Kau Tangisi (1974), Permata Bunda (1974) dan Fajar Menyingsing (1975).
Kemudian, Ayah dari penyanyi Gita Gutawa ini menjadi bassist pada Orkes Telerama yang dipimpin oleh bapak Isbandi pada tahun 1980.
Setelah selesai kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Indonesia pada tahun 1986, bapak dua anak ini sepenuhnya terjun berkarir di dunia musik. Pada tahun 1985 sampai 1993, Erwin Gutawa bergabung dengan band fusion jazz "Karimata".
Pada tahun 1993, Dirinya mendirikan "Erwin Gutawa Orkestra". Disinilan karir bung Erwin mulai menanjak, terbukti dari Orkestra ini dia berhasil mendampingi konser-konser besar seperti Konser Ruth Sahanaya from Finlandia to Cafe (1992), Konser Harvey Malaiholo (1992), BASF Award (1993), Konser Krisdayanti (2001), SCTW Award (2001), dan masih banyak lagi konser-konser besar yang pernah ia dan "Erwin Gutawa Orkestra" pertunjukan.
Album-album Karya Erwin Gutawa
Salute to Koes Plus/Bersaudara (2004), Rockestra (2007), Erwin Gutawa Orchestra dalam A Masterpiece Of Erwin Gutawa (2011)
Penghargaan
Penata Musik Terbaik Versi BASF (1989), Penata Musik Terbaik Midnight Sun Song Festival Finlandia (1992), Penata Musik dan Produser Terbaik AMI untuk Album Kala Cinta Menggoda (1997-1998), Penata Musik Terbaik AMI Album Badai Pasti Berlalu (2000), Penata Musik Terbaik AMI Album Instrumentalia (2001), Penata Musik Terbaik AMI Lagu Biarlah Menjadi Kenangan (2001), Penata Musik Terbaik versi Majalah News Musik (2001).
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-erwin-gutawa.html#sthash.grIX4SJd.dpuf
Erwin Gutawa lahir pada tanggal 16 Mei 1962 di Jakarta, Indonesia. Dia merupakan seorang penata musik dan komposer Indonesia.
Erwin Gutawa mengawali karir sebagai seorang pemain film pada tahun 1970 an, beberapa film yang pernah ia bintangi antara lain, film Sebatang Kara (1973), Jangan Kau Tangisi (1974), Permata Bunda (1974) dan Fajar Menyingsing (1975).
Kemudian, Ayah dari penyanyi Gita Gutawa ini menjadi bassist pada Orkes Telerama yang dipimpin oleh bapak Isbandi pada tahun 1980.
Setelah selesai kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Indonesia pada tahun 1986, bapak dua anak ini sepenuhnya terjun berkarir di dunia musik. Pada tahun 1985 sampai 1993, Erwin Gutawa bergabung dengan band fusion jazz "Karimata".
Pada tahun 1993, Dirinya mendirikan "Erwin Gutawa Orkestra". Disinilan karir bung Erwin mulai menanjak, terbukti dari Orkestra ini dia berhasil mendampingi konser-konser besar seperti Konser Ruth Sahanaya from Finlandia to Cafe (1992), Konser Harvey Malaiholo (1992), BASF Award (1993), Konser Krisdayanti (2001), SCTW Award (2001), dan masih banyak lagi konser-konser besar yang pernah ia dan "Erwin Gutawa Orkestra" pertunjukan.
Album-album Karya Erwin Gutawa
Salute to Koes Plus/Bersaudara (2004), Rockestra (2007), Erwin Gutawa Orchestra dalam A Masterpiece Of Erwin Gutawa (2011)
Penghargaan
Penata Musik Terbaik Versi BASF (1989), Penata Musik Terbaik Midnight Sun Song Festival Finlandia (1992), Penata Musik dan Produser Terbaik AMI untuk Album Kala Cinta Menggoda (1997-1998), Penata Musik Terbaik AMI Album Badai Pasti Berlalu (2000), Penata Musik Terbaik AMI Album Instrumentalia (2001), Penata Musik Terbaik AMI Lagu Biarlah Menjadi Kenangan (2001), Penata Musik Terbaik versi Majalah News Musik (2001).
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-erwin-gutawa.html#sthash.grIX4SJd.dpuf
0 komentar:
Post a Comment